Bab 2 – Situasi (LoTM)

Tap! Tap! Tap!

Zhou Mingrui mundur dengan panik saat melihat bayangan di cermin. Sosok yang menatap balik dari balik permukaan kaca itu seolah bukan dirinya, melainkan sesosok mayat kering yang mengerikan.

Bagaimana mungkin seseorang dengan luka separah itu masih hidup!?

Dengan mata penuh keraguan, ia memalingkan kepala untuk memeriksa sisi lainnya. Meski jaraknya tidak terlalu dekat dan cahaya di ruangan sangat minim, ia tetap bisa melihat luka tembus dan noda darah merah tua yang mengalir deras.

“Ini…”

Zhou Mingrui menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menenangkan dirinya.

Ia mengangkat tangan dan menekan dada kirinya, merasakan detak jantung yang cepat namun penuh vitalitas—denyut kehidupan yang kuat.

Lalu ia menyentuh kulitnya yang terbuka. Di balik dingin yang samar, ia masih bisa merasakan hangatnya aliran darah.

Ia lalu berjongkok, mencoba menekuk lututnya. Setelah memastikan tubuhnya masih bisa bergerak normal, Zhou Mingrui pun berdiri kembali dan mulai menenangkan diri.

“Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” gumamnya dengan dahi berkerut. Ia berniat memeriksa luka di kepalanya sekali lagi—kali ini dengan lebih serius.

Ia melangkah dua langkah ke depan sebelum tiba-tiba berhenti. Cahaya bulan merah darah terlalu redup dan tidak cukup terang untuk melakukan pemeriksaan serius.

Sebuah potongan ingatan seketika muncul dalam benaknya saat Zhou Mingrui menoleh ke arah pipa abu-abu keputihan dan lampu berjaring logam yang terpasang di dinding, tepat di sebelah meja belajar.

Itu adalah lampu gas—jenis yang paling umum digunakan pada zaman itu. Api di dalamnya stabil dan kemampuannya menerangi ruangan sangat baik.

Dengan kondisi keluarga Klein Moretti, bahkan memiliki lampu minyak tanah saja sudah seperti mimpi—apalagi lampu gas. Menggunakan lilin adalah pilihan yang paling sesuai dengan taraf hidup mereka. Namun, empat tahun lalu, ketika Klein begadang belajar demi bisa masuk Universitas Khoy, sang kakak, Benson, menganggap hal itu sebagai momen penting yang menentukan masa depan keluarga mereka. Maka ia pun bersikeras menciptakan kondisi belajar yang layak bagi Klein, meski harus berutang sekalipun.

Tentu saja, Benson—yang melek huruf dan telah bekerja selama beberapa tahun—bukanlah orang sembrono yang bertindak tanpa memikirkan akibat. Ia memiliki beberapa trik jitu. Ia meyakinkan pemilik apartemen dengan alasan ‘meningkatkan standar properti melalui pemasangan pipa gas agar nilai sewanya lebih tinggi di masa depan.’ Pemiliknya setuju dan bahkan menyediakan dana untuk melakukan modifikasi dasar. Setelah itu, memanfaatkan posisinya di perusahaan ekspor-impor, Benson berhasil membeli lampu gas baru dengan harga nyaris semurah harga pokok. Pada akhirnya, ia hanya perlu menggunakan tabungannya sendiri tanpa perlu meminjam uang.

Setelah kilasan ingatan itu melintas di benaknya, Zhou Mingrui melangkah ke meja dan memutar katup pada pipa. Lalu, ia mulai memutar sakelar pada lampu gas.

Cktt!

Terdengar bunyi letupan kecil, percikan yang muncul akibat gesekan. Tapi cahaya yang ia harapkan tak kunjung turun menyinari ruangan.

Ia mencoba memutar sakelarnya beberapa kali lagi, namun lampu gas itu hanya terus mengeluarkan suara cktt… cktt… dan tetap gelap gulita.

“Hmm…” Zhou Mingrui menarik kembali tangannya dan menekan pelipis kirinya, mencoba menggali potongan-potongan ingatan untuk mencari tahu penyebabnya.

Beberapa detik kemudian, ia berbalik dan berjalan menuju pintu. Ia berhenti di depan sebuah alat yang terpasang pada dinding, terhubung dengan pipa-pipa abu-abu keputihan—mirip seperti yang ada di dekat meja.

Itu adalah meteran gas!

Setelah memperhatikan roda gigi dan bantalan yang terbuka di dalamnya, Zhou Mingrui merogoh saku celana dan mengeluarkan sebuah koin.

Warnanya kuning gelap dengan kilau perunggu. Di bagian depan koin terukir wajah seorang pria mengenakan mahkota, sementara di sisi belakangnya terdapat angka ‘1’ di atas gambar seikat gandum.

Zhou Mingrui tahu bahwa ini adalah mata uang paling dasar di Kerajaan Loen. Namanya copper penny—sen perunggu. Daya beli satu koin ini kira-kira setara dengan tiga hingga empat yuan sebelum ia mengalami transmigrasi. Koin ini memiliki pecahan lain seperti lima sen, setengah sen, dan seperempat sen. Namun karena jumlah pecahannya tidak terlalu kecil, dalam kehidupan sehari-hari, orang kadang harus membeli beberapa barang sekaligus hanya untuk bisa membelanjakan satu koin secara efisien.

Setelah membolak-balik koin itu—yang baru dicetak dan diedarkan setelah Raja George III naik takhta—Zhou Mingrui akhirnya menyelipkannya ke dalam celah vertikal yang sempit di meteran gas.

Kling! Klank!

Begitu koin mencapai dasar meteran, suara roda gigi yang berputar segera terdengar, menciptakan irama mekanis yang pendek namun merdu.

Zhou Mingrui menatap meteran gas itu selama beberapa detik sebelum kembali ke meja kayu besar. Ia lalu mengulurkan tangan dan memutar sakelar lampu gas. Setelah beberapa kali bunyi cktt cktt, terdengar suara nyaring—tap!

Seketika, nyala api menyembur dan dengan cepat membesar. Cahaya terang pertama-tama memenuhi bagian dalam lampu dinding, lalu menembus kaca beningnya, menyelimuti ruangan dengan kilau hangat yang menenangkan.

Kegelapan pun segera tersingkir, dan semburat merah yang sebelumnya menyelimuti ruangan perlahan mundur keluar jendela. Entah mengapa, Zhou Mingrui merasa sedikit lega. Ia segera melangkah ke depan cermin rias.

Kali ini, ia memeriksa pelipisnya dengan serius, tidak melewatkan satu detail pun.

Setelah beberapa kali menatap dari berbagai sudut, ia menyadari bahwa, selain bekas darah yang mengering, tidak ada lagi cairan yang keluar dari luka menganga itu. Luka itu tampak seperti telah menerima perawatan pendarahan dan perban terbaik. Bahkan, dari gerakan perlahan cairan otak keabu-abuan yang tampak tadi, serta tumbuhnya jaringan daging dan darah di sekitar luka, ia memperkirakan luka itu akan sembuh sepenuhnya dalam waktu tiga puluh sampai empat puluh menit—atau paling lama dua hingga tiga jam—dan hanya akan menyisakan bekas luka samar.

“Efek pemulihan akibat transmigrasi?” Zhou Mingrui mengangkat sudut bibir kanannya, bergumam dalam hati.

Tak lama kemudian, ia menghela napas panjang. Yang penting adalah ia masih hidup!

Setelah pikirannya agak tenang, ia menarik laci meja dan mengambil sepotong kecil sabun. Lalu, ia meraih salah satu handuk tua dan lusuh yang tergantung di sisi lemari. Dengan gerakan tenang, ia membuka pintu dan berjalan menuju kamar mandi umum yang digunakan bersama para penyewa lain di lantai dua.

Aku harus membersihkan noda darah di kepala. Kalau tidak, aku akan terus terlihat seperti korban kejahatan. Menakuti diri sendiri sih tidak masalah, tapi kalau sampai menakuti Melissa—adik perempuanku—besok pagi saat dia bangun lebih dulu, itu bisa jadi masalah besar!

Koridor di luar benar-benar gelap gulita. Siluet-siluet samar nyaris hanya terlihat berkat cahaya bulan merah yang masuk dari jendela di ujung lorong. Bentuknya seperti sepasang mata monster yang diam-diam mengamati makhluk hidup larut malam.

Zhou Mingrui melangkah dengan hati-hati, memperingan pijakannya saat berjalan menuju kamar mandi umum, rasa takut yang dingin merayap di punggungnya.

Begitu memasuki ruangan itu, cahaya bulan justru lebih terang, cukup untuk membuat segala sudut terlihat jelas. Zhou Mingrui berdiri di depan wastafel dan memutar kenop keran air.

Saat suara gemuruh air mulai terdengar, ia tiba-tiba teringat pada tuan tanahnya, Tuan Franky.

Karena biaya air sudah termasuk dalam sewa, pria pendek kurus yang selalu mengenakan topi tinggi, rompi, dan setelan jas hitam itu sangat rajin memeriksa kamar mandi, hanya untuk mencatat apakah ada suara air yang mengalir.

Jika suara air terdengar terlalu deras, Tuan Franky bisa langsung melupakan semua kesan gentleman-nya. Ia akan mengayunkan tongkat jalan sambil menghantam pintu kamar mandi, meneriakkan hal-hal seperti: “Dasar pencuri!,” “Membuang air adalah tindakan memalukan!,” “Akan kuingat wajahmu!,” “Kalau kulihat lagi, kau dan barang-barang kotormu silakan angkat kaki dari sini!,” “Catat baik-baik, ini apartemen paling murah dan berkualitas seantero Kota Tingen! Takkan kau temukan tuan tanah sebaik aku di tempat lain!”

Menepis segala pikiran itu, Zhou Mingrui mengambil handuk basah dan mulai membersihkan noda darah di wajahnya—berulang kali, tanpa berhenti.

Setelah memastikan lewat cermin tua di kamar mandi bahwa yang tersisa hanyalah luka yang mengerikan dan wajah yang pucat pasi, barulah Zhou Mingrui bisa sedikit merasa tenang. Ia lalu melepas kemeja linen-nya dan mulai mencuci noda darah menggunakan sebatang sabun.

Saat itu juga, keningnya mengernyit. Ia teringat akan satu kemungkinan yang merepotkan.

Lukanya terlalu mencolok… dan darahnya terlalu banyak. Selain tubuhnya sendiri, kemungkinan besar kamarnya masih menyimpan jejak dari luka itu.

Beberapa menit kemudian, setelah selesai dengan kemejanya, Zhou Mingrui segera kembali ke apartemen dengan handuk basah di tangan. Ia langsung mengelap bekas telapak tangan berdarah di atas meja. Setelah itu, dengan bantuan cahaya dari lampu gas, ia mulai memeriksa titik-titik lain yang mungkin terlewat.

Ia segera menemukan bahwa cukup banyak darah yang terciprat ke lantai di bawah meja. Di sisi kiri dinding, bahkan terlihat sebuah peluru berwarna kuning.

“Menembakkan satu peluru dari revolver ke pelipis?” Dengan mencocokkan berbagai petunjuk yang telah ia temukan sejauh ini, Zhou Mingrui mulai mendapat gambaran kasar tentang bagaimana Klein meninggal.

Ia tidak terburu-buru untuk memastikan dugaannya. Sebaliknya, ia mulai dengan serius menghapus noda-noda darah dan membersihkan lokasi kejadian. Setelah itu, ia mengambil peluru tadi dan kembali ke sisi meja. Ia membuka silinder revolver dan menumpahkan semua peluru yang masih tersisa di dalamnya.

Ada total lima butir peluru dan satu selongsong kosong—semuanya berkilau dengan warna kuningan.

“Memang benar…” Zhou Mingrui menatap selongsong kosong di depannya, lalu memasukkan kembali peluru-peluru itu ke dalam silinder sambil mengangguk pelan.

Tatapannya bergeser ke kiri dan jatuh pada tulisan di buku catatan: ‘Semua orang akan mati, termasuk aku.’ Dari sana, semakin banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya.

Dari mana asal revolver itu?

Apakah ini murni bunuh diri, atau justru bunuh diri yang direkayasa?

Masalah macam apa yang bisa menjerat seorang lulusan sejarah dari keluarga sederhana?

Mengapa metode bunuh diri seperti ini justru hanya menyisakan sedikit darah? Apa karena aku transmigrasi tepat waktu dan proses itu membawa efek penyembuhan?

Setelah merenung sejenak, Zhou Mingrui mengganti kemejanya dengan yang lain, juga berbahan linen. Ia lalu duduk di kursi dan mulai memikirkan hal yang jauh lebih penting.

Pengalaman Klein sebenarnya bukan sesuatu yang perlu ia risaukan saat ini. Masalah yang sebenarnya adalah mencari tahu mengapa ia bisa mengalami transmigrasi—dan apakah ada cara untuk kembali!

Orang tua, sanak saudara, sahabat karib, dan teman-temannya. Dunia internet yang begitu menarik, serta segala jenis makanan lezat… Semua itu menjadi alasan kuat yang mendorong keinginannya untuk pulang!

Klik. Klik. Klik… Tangan kanan Zhou Mingrui tanpa sadar menarik keluar silinder revolver, lalu membantingnya kembali masuk—berulang kali.

Ya… sejauh ini tidak banyak yang berbeda dari diriku di periode waktu ini dan di masa lalu. Aku hanya sedikit sial. Tapi kenapa aku bisa transmigrasi tanpa alasan yang jelas seperti ini?

Ngomong-ngomong tentang sedikit sial… Benar juga, aku sempat mencoba ritual peningkat keberuntungan sebelum makan malam tadi!

Sebuah kilasan melintas di benak Zhou Mingrui, menerangi ingatan-ingatan yang sebelumnya tersembunyi dalam kabut kebingungan.

Sebagai keyboard politician, keyboard historian, keyboard economist, keyboard biologist, dan keyboard folklorist yang diakui sendiri, ia selalu menganggap dirinya tahu sedikit tentang segalanya. Tentu saja, sahabat karibnya sering mengejeknya sebagai orang yang cuma tahu sedikit dan nggak dalam semua hal.

Salah satu minat isengnya adalah perdukunan Tiongkok.

Saat berkunjung ke kampung halamannya tahun lalu, ia menemukan sebuah buku benang tua berjudul ‘Ramalan dan Ilmu Gaib Esensial Dinasti Qin dan Han’ di sebuah toko buku lawas. Judulnya terlihat menarik dan sepertinya bisa membantunya bergaya di dunia maya, jadi ia pun membelinya. Sayangnya, minatnya cepat padam. Naskah vertikal yang digunakan buku itu membuat pengalaman membacanya sangat buruk. Ia hanya membolak-balik halaman-halaman awal sebelum akhirnya melemparnya ke pojok kamar.

Namun, setelah mengalami rentetan kesialan selama sebulan terakhir—mulai dari kehilangan ponsel, pelanggan kabur tanpa membayar, hingga kesalahan kerja—barulah ia teringat pada ritual peningkat keberuntungan yang tertulis di bagian awal ‘Ramalan dan Ilmu Gaib Esensial’ itu. Terlebih lagi, persyaratannya sangatlah sederhana, bahkan tidak membutuhkan dasar atau kemampuan khusus apa pun.

Yang ia butuhkan hanyalah mengambil empat porsi makanan pokok yang umum di wilayah tempat tinggalnya, lalu meletakkannya di keempat sudut kamarnya. Bisa diletakkan di atas furnitur seperti meja atau lemari. Setelah itu, ia harus berdiri di tengah ruangan dan melangkah empat kali membentuk persegi ke arah berlawanan jarum jam. Langkah pertama harus diiringi dengan lantunan tulus: ‘Berkah Bersumber dari Sang Penguasa Abadi Langit dan Bumi.’ Langkah kedua: ‘Berkah Bersumber dari Sang Penguasa Langit Langit dan Bumi.’ Langkah ketiga: ‘Berkah Bersumber dari Sang Kaisar Agung Langit dan Bumi.’ Dan langkah keempat: ‘Berkah Bersumber dari Sang Bijak Surgawi Langit dan Bumi.’ Setelah keempat langkah selesai, ia harus menutup mata dan berdiri diam selama lima menit di tempat semula. Barulah ritual itu dianggap selesai.

Karena tidak mengeluarkan biaya apa pun, ia pun mencari kembali buku itu, mengikuti petunjuknya, dan melakukannya sebelum makan malam. Namun… saat itu, tidak terjadi apa-apa.

Siapa sangka—ia benar-benar transmigrasi tengah malam itu!

Transmigrasi!…

“Ada kemungkinan besar ini semua gara-gara ritual peningkat keberuntungan itu… Ya, aku harus mencobanya lagi di sini besok. Kalau benar karena itu, mungkin saja aku bisa transmigrasi balik!” Zhou Mingrui menghentikan kebiasaannya memainkan silinder revolver dan tiba-tiba duduk tegak.

Ia harus mencobanya!Ia harus mencoba jalan terakhir penuh harapan!


Dukung Terjemahan Ini:
Jika kamu suka hasilnya dan ingin mendukung agar bab-bab terbaru keluar lebih cepat, kamu bisa mendukung via Dana (Klik “Dana”)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x