
Sekumpulan lengan hitam membanjiri medan tempur.
Situasi kayak gini― begitu pikir Manato.
Bukankah sebaiknya kita kabur saja?
Yori telah meletakkan tangannya pada gagang pedang merah. Ia siap mencabutnya kapan pun. Namun, ia belum melakukannya.
Riyo mencengkeram bahu kiri Manato. Dengan begitu, Riyo memberi tahu bahwa di belakang mereka berdiri sesosok makhluk—raksasa lengan hitam, wujud kebencian yang terkristalisasi—Chegubrate of Remorse.
Mereka masih berada dalam posisi yang sama.
Di antara Riyo dan Manato, Tata berdiri. Ia juga membeku, menatap ke arah Chegubrate.
Haru…?
Manato mencoba mencari sosok Haru.
Tapi… ada yang aneh.
Bukan hanya dia yang merasakannya. Logikanya berkata: mereka harus melarikan diri. Tidak perlu berpikir panjang. Itu sudah jelas. Mereka harus segera kabur. Namun, semua orang bertingkah aneh.
Wah…
Manato merasa dirinya berteriak.
Tapi entah kenapa, suara yang seharusnya ia keluarkan tak terdengar.
Hitam.
Semua serba hitam.
Segalanya.
Tak terlihat apa pun.
Lengan.
Lengan hitam.
Tangan hitam itu menyentuh tubuhnya.
Seluruh tubuhnya.
Lengan-lengan hitam, tangan-tangan hitam itu menyentuh tubuh Manato—menekan, memelintir, mencubit. Mungkin juga jari-jari hitam itu menyusup masuk ke antara kelopak mata dan bola matanya. Manato buru-buru menutup mulut, tapi sia-sia. Bibir atas dan bawahnya dipaksa terbuka, giginya didesak dan dicungkil paksa. Dalam sekejap, mulutnya dipenuhi oleh sesuatu yang hitam. Sesuatu itu menyusup jauh sampai ke dalam tenggorokan.
Itu menyiksanya.
(Ini keterlaluan…)
Namun, yang paling menyakitkan dan paling kejam dari semuanya—adalah kenyataan bahwa gadis itu masih mengingat semuanya.
(Apa yang…)
(…masih kuingat?)
Gadis itu tidak lupa.
(Tidak satu pun?)
Ia tidak bisa melupakan.
(Tidak satu hal pun—)
Semuanya terpatri dalam dirinya.
Bukan seperti sayatan tipis dari silet di permukaan. Tidak. Lebih dalam dari itu—seperti ukiran dengan pahat, mengikis bentuk demi bentuk, menggores sampai dalam.
(Terukir… di mana…)
Di dalam si gadis itu sendiri.
Bukan di permukaan, tapi lebih dalam.
Jauh lebih dalam lagi.
Di tempat yang paling dalam dalam dirinya—jauh ke inti.
Ia masih ingat. Ada satu nama yang tidak bisa ia lupakan.
Andai saja bisa dilupakan, betapa bahagianya.
Melupakan adalah satu-satunya bentuk keselamatan.
Jika masih diperbolehkan untuk menginginkan sesuatu,
jika masih ada yang boleh ia harapkan—
ia ingin melupakan.
Nama itu.
Renji.
(…Renji…)
Ia ingin nama itu terhapus sepenuhnya dari dalam dirinya.
(…Siapa… itu…?)
Hapuskan.
Tolong hapuskan.
Kumohon…
Dukung Terjemahan Ini:
Jika kamu suka hasilnya dan ingin mendukung agar bab-bab terbaru keluar lebih cepat, kamu bisa mendukung via Dana (Klik “Dana”)
[…] Bab 1 – Memanggil NamamuBab 2 – IntiBab 3 – Penebusan yang Tak Pernah UsaiBab 4 – Berkah Ketuhanan yang DidapatBab 5 – Lucu, ya?Bab 6 – Hidup dalam Tipu MenipuBab 7 – Terjalin dan TerjeratBab 8 – KetidaksempurnaanBab 9 – Teruslah Melangkah, Tanpa RaguBab 10 – Tanpa DisengajaBab 11 – Di Ujung Sebuah KeterikatanBab 12 – Janji Ada untuk Tidak DilanggarBab 13 – “Mata”Bab 14 – Helm EmasBab 15 – Anak-Anak ItuBab 16 – Kerja yang Punya ArtiBab 17 – Akan Kubunuh KauBab 18 – Bukan Nyanyian, Melainkan Ratapan untuk Raga-Raga KosongBab 19 – Retakan yang KerenBab 20 – Menjadi SatuBab 21 – Eide dan HasserBab 22 – Di Seberang KematianBab 23 – Pria dan Wanita ItuCatatan Penulis […]